7 Penemuan NASA, Ada Lautan 140 Triliun Kali Lebih Besar


REPOST.ID - Rasanya baru kemarin kita melihat ke langit malam dan hanya bisa bertanya-tanya. Tapi hari ini, kita hidup di zaman di mana jawaban-jawaban luar biasa atas pertanyaan-pertanyaan kuno itu mulai berdatangan. Kita tidak lagi hanya menerka; kita mengirim robot, teleskop, dan satelit untuk melihatnya langsung. Dan di garis depan misi eksplorasi kosmik ini, ada satu nama yang selalu muncul: NASA.

Bicara soal penemuan NASA, mungkin yang terlintas di pikiranmu adalah pendaratan di Bulan atau gambar-gambar cantik dari Mars. Tapi, itu baru permukaannya. Selama beberapa dekade terakhir, badan antariksa ini telah, secara harfiah, mengubah cara kita memandang alam semesta dan tempat kita di dalamnya. Mereka telah menemukan hal-hal yang begitu aneh, begitu masif, dan begitu menakjubkan, sampai-sampai fiksi ilmiah pun terasa ketinggalan zaman.

Kita tidak sedang membicarakan penemuan kecil. Kita bicara soal penemuan yang mengguncang fondasi astronomi, yang memaksa kita menulis ulang buku teks, dan yang membuka kemungkinan adanya kehidupan di tempat lain. Dari lautan purba seukuran galaksi hingga mesin waktu yang mengintip kelahiran kosmos, bersiaplah. Ini adalah beberapa penemuan NASA paling gila yang akan membuatmu memandang langit malam dengan cara yang sama sekali berbeda.

Lautan Purba Raksasa: Menemukan Air 140 Triliun Kali Lipat di Ujung Semesta

Bayangkan lautan. Bukan, bayangkan semua lautan di Bumi digabung jadi satu. Sekarang, kalikan jumlah air itu sebanyak 140 triliun kali. Itulah jumlah air yang ditemukan oleh tim astronom, termasuk peneliti dari NASA, di salah satu objek paling terang di alam semesta: sebuah quasar. Penemuan NASA ini benar-benar mengubah pemahaman kita tentang seberapa cepat air bisa terbentuk di alam semesta.

Objek ini, yang dikenal sebagai APM 08279+5255, sangat jauh. Cahayanya membutuhkan waktu 12 miliar tahun untuk sampai ke kita. Artinya, kita melihatnya pada saat alam semesta baru berusia sekitar 1,6 miliar tahun. Menemukan air—apalagi dalam jumlah yang tak terbayangkan—dari masa sedini itu adalah sebuah revolusi. Ini membuktikan bahwa air, bahan utama kehidupan seperti yang kita kenal, sudah ada bahkan di masa-masa awal kosmos.

Apa Sebenarnya Quasar Itu?

Mungkin kamu bertanya, apa itu quasar? Sederhananya, quasar adalah inti galaksi yang sangat aktif dan sangat terang. Ia ditenagai oleh lubang hitam supermasif di pusatnya yang sedang "makan" dengan rakus. Saat materi (gas, debu, bintang) tersedot ke dalamnya, ia memanas hingga suhu ekstrem dan melepaskan energi dalam jumlah luar biasa, seringkali lebih terang dari gabungan semua bintang di galaksinya. Quasar yang menampung lautan raksasa ini memiliki lubang hitam 20 miliar kali massa matahari kita.

Bagaimana NASA Menemukannya?

Air ini tidak dalam bentuk cair seperti lautan di Bumi. Ini adalah uap air, atau kabut, yang tersebar di wilayah yang membentang ratusan tahun cahaya. Para astronom mendeteksinya menggunakan instrumen canggih, termasuk "Z-Spec" di Caltech Submillimeter Observatory di Hawaii (sebuah proyek yang didanai sebagian oleh NASA). Mereka mencari "sidik jari" spesifik dari molekul air dalam spektrum cahaya yang dipancarkan quasar. Matt Bradford dari Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA menyebutnya, "Ini adalah demonstrasi lain bahwa air ada di mana-mana di seluruh alam semesta, bahkan pada waktu paling awal."

Dampaknya pada Pemahaman Alam Semesta Dini

Penemuan NASA ini bukan cuma soal rekor "cadangan air terbesar". Ini memberikan petunjuk penting tentang bagaimana alam semesta dini beroperasi. Uap air ini memberi tahu para ilmuwan tentang suhu dan kepadatan gas di sekitar quasar, yang pada gilirannya membantu mereka memahami bagaimana lubang hitam supermasif dan galaksi inangnya tumbuh begitu cepat di masa awal kosmos. Ini menunjukkan bahwa bahan-bahan dasar untuk kehidupan sudah melimpah ruah sejak lama.

Menemukan air di ujung alam semesta yang terlihat memang mencengangkan. Tapi bagaimana dengan menemukan dunia baru, tempat di mana air mungkin benar-benar mengalir di permukaannya? Untuk itu, kita perlu berterima kasih pada teleskop pemburu planet yang tak kenal lelah.

Ribuan Dunia Baru: Revolusi Teleskop Kepler dalam Penemuan Exoplanet

Sebelum tahun 1990-an, jumlah planet yang kita ketahui di seluruh alam semesta hanyalah yang ada di tata surya kita. Kita tidak tahu pasti apakah planet di luar sana itu umum atau sangat langka. Lalu, datanglah Teleskop Luar Angkasa Kepler. Diluncurkan oleh NASA pada tahun 2009, misi Kepler sederhana namun ambisius: mencari tahu seberapa banyak planet seukuran Bumi yang ada di galaksi kita, terutama yang berada di "zona layak huni".

Hasilnya? Spektakuler. Kepler mengubah permainan. Misi ini sendirian telah mengonfirmasi ribuan exoplanet (planet di luar tata surya kita) dan masih ada ribuan kandidat lain yang menunggu untuk diperiksa. Penemuan NASA ini bukan sekadar angka; ini adalah pergeseran paradigma. Kita sekarang tahu bahwa planet, ternyata, ada di mana-mana. Hampir setiap bintang yang kamu lihat di langit malam kemungkinan besar memiliki setidaknya satu planet yang mengorbitnya.

Metode Transit: Cara Kepler "Berburu" Planet

Bagaimana cara Kepler menemukan dunia-dunia yang begitu jauh? Ia tidak melihat planetnya secara langsung. Sebaliknya, ia menggunakan metode yang disebut "metode transit". Bayangkan kamu sedang melihat lampu jalan yang terang dari kejauhan. Jika seekor lalat kecil terbang melewatinya, kamu akan melihat cahaya lampu itu meredup sejenak. Itulah yang dilakukan Kepler. Ia menatap lekat-lekat lebih dari 150.000 bintang di sepetak kecil langit, mencari peredupan kecil dan periodik yang disebabkan oleh planet yang melintas di depan bintang induknya.

Zona Layak Huni (Habitable Zone): Mencari Kembaran Bumi

Tentu saja, penemuan besar Kepler adalah menemukan planet di Habitable Zone atau "Zona Goldilocks". Ini adalah wilayah orbit di sekitar bintang di mana suhunya pas—tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin—sehingga air cair bisa ada di permukaannya. Kepler menemukan banyak planet seukuran Bumi di zona ini, seperti Kepler-186f, planet seukuran Bumi pertama yang ditemukan di zona layak huni bintang lain.

Warisan Kepler: Apa yang Kita Pelajari?

Warisan terbesar Kepler adalah statistik. Berkat datanya, kita sekarang memperkirakan bahwa mungkin ada puluhan miliar planet seukuran Bumi yang berpotensi layak huni di galaksi Bima Sakti saja. Penemuan NASA ini membuka pintu bagi misi generasi berikutnya, seperti TESS dan James Webb, untuk melihat planet-planet ini lebih dekat, menganalisis atmosfer mereka, dan mencari tanda-tanda kehidupan. Kepler memberi tahu kita bahwa "bahan" untuk dunia seperti Bumi sangat umum.

Kepler membuka mata kita pada fakta bahwa galaksi ini penuh sesak dengan planet. Tentu saja, pertanyaan logis berikutnya adalah: dari sekian banyak dunia, mana yang paling mungkin kita kunjungi atau pahami? Jawabannya membawa kita kembali ke halaman belakang kosmik kita sendiri, ke tetangga merah yang telah memikat imajinasi manusia selama berabad-abad.

Jejak Kehidupan di Mars: Dari Air Mengalir Hingga Molekul Organik

Mars. Planet Merah. Selama puluhan tahun, Mars adalah kanvas untuk fiksi ilmiah, tempat kita memproyeksikan harapan dan ketakutan kita akan kehidupan di luar Bumi. Namun, berkat serangkaian misi robotik NASA yang luar biasa—dari Viking di tahun 70-an hingga si kembar Spirit dan Opportunity, dan yang terbaru Curiosity serta Perseverance—Mars berubah dari dunia fiksi menjadi tempat geologi yang nyata, kompleks, dan yang terpenting, berpotensi pernah dihuni.

Penemuan NASA di Mars bukan lagi tentang "apakah ada kehidupan di Mars saat ini?" (kemungkinan besar tidak di permukaan), tetapi tentang "apakah Mars pernah memiliki kondisi yang mendukung kehidupan?" Dan jawabannya, yang dikumpulkan sedikit demi sedikit oleh para penjelajah roda enam ini, adalah "ya, sangat mungkin." Ini adalah perubahan besar dalam pencarian kita akan kehidupan di tempat lain.

Dari Ngarai Kering ke Delta Sungai Purba

Dulu kita mengira Mars adalah gurun tandus yang kering kerontang selamanya. Tapi rover NASA menunjukkan bukti yang tak terbantahkan tentang masa lalu yang basah. Opportunity menemukan "blueberry"—batuan bulat kecil yang hanya bisa terbentuk di air. Curiosity mendarat di Kawah Gale, yang ternyata adalah danau purba yang bisa bertahan selama jutaan tahun. Dan sekarang, Perseverance sedang menjelajahi Kawah Jezero, sebuah delta sungai kuno yang jelas-jelas diukir oleh air yang mengalir. Penemuan NASA ini membuktikan bahwa Mars miliaran tahun lalu memiliki air cair di permukaannya.

Penemuan Molekul Organik oleh Curiosity

Ini mungkin salah satu penemuan paling penting. Pada tahun 2018, rover Curiosity "mencium" sesuatu di udara Mars dan "mengebor" sesuatu di batuannya. Sesuatu itu adalah molekul organik—blok bangunan kehidupan seperti yang kita kenal. Ini bukan bukti kehidupan! Organik bisa dibuat oleh proses geologi. Tapi, menemukan molekul organik kompleks di batuan Mars berusia 3 miliar tahun menunjukkan bahwa bahan-bahan mentah untuk kehidupan ada di sana.

Perseverance dan Misi Mencari Tanda Kehidupan Masa Lalu

Inilah mengapa misi Perseverance sangat menarik. Ia tidak hanya mencari lingkungan yang bisa mendukung kehidupan; ia secara aktif mencari tanda-tanda kehidupan masa lalu itu sendiri (biosignatures) di delta sungai Jezero. Selain itu, Perseverance sedang mengumpulkan sampel batuan terbaik untuk disimpan, yang rencananya akan diambil dan dibawa kembali ke Bumi oleh misi gabungan NASA dan ESA di masa depan. Untuk pertama kalinya, kita akan bisa menganalisis batuan Mars di laboratorium canggih di Bumi.

Mars menunjukkan kepada kita sebuah planet yang mungkin pernah hidup, tetapi kemudian mati. Ini pelajaran penting tentang betapa berharganya kondisi di Bumi. Tapi sementara kita sibuk melihat ke bawah (ke batuan Mars), teleskop kita melihat ke atas (ke kosmos) dan menemukan sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih membingungkan yang mengatur nasib seluruh alam semesta.

Misteri Energi Gelap: Penemuan NASA yang Mengubah Cara Kita Memandang Kosmos

Bayangkan kamu melempar bola ke udara. Kamu tentu berharap bola itu akan melambat karena gravitasi, berhenti sejenak, lalu jatuh kembali. Sekarang, bayangkan jika bola itu, setelah kamu lempar, justru melesat semakin cepat dan lebih cepat, menantang semua yang kamu tahu tentang gravitasi. Itulah yang ditemukan para astronom saat mereka melihat alam semesta. Dan Teleskop Luar Angkasa Hubble milik NASA adalah kuncinya.

Pada akhir 1990-an, dua tim astronom sedang mencoba mengukur seberapa cepat ekspansi alam semesta melambat. Mereka berasumsi bahwa tarikan gravitasi dari semua materi di kosmos akan bertindak sebagai rem. Tapi, mereka menemukan kebalikannya. Alam semesta tidak melambat. Ekspansinya justru dipercepat. Ini adalah penemuan yang sangat mengejutkan sehingga dianugerahi Hadiah Nobel. Dan itu semua mengarah pada satu kesimpulan yang membingungkan: ada kekuatan misterius yang mendorong alam semesta untuk mengembang lebih cepat. Mereka menyebutnya "energi gelap" (dark energy).

Bukan Cuma Mengembang, Tapi Makin Cepat

Sejak Big Bang, kita tahu alam semesta mengembang. Tapi penemuan NASA (melalui data Hubble) menunjukkan bahwa sekitar 5-6 miliar tahun yang lalu, sesuatu menekan "pedal gas". Energi gelap ini tampaknya merupakan properti dari ruang hampa itu sendiri. Saat ruang mengembang, lebih banyak ruang tercipta, dan dengan itu, lebih banyak energi gelap. Ini adalah kekuatan yang berlawanan dengan gravitasi. Gravitasi mencoba menarik segalanya, sementara energi gelap mendorong segalanya menjauh.

Peran Supernova sebagai "Lilin Standar"

Bagaimana mereka mengukurnya? Mereka menggunakan "lilin standar" kosmik, yaitu jenis supernova tertentu yang disebut Tipe Ia. Supernova ini selalu meledak dengan kecerahan yang hampir sama persis. Jadi, dengan mengukur seberapa redup mereka terlihat dari Bumi, para astronom dapat menghitung seberapa jauh mereka. Dan dengan mengukur pergeseran merah (redshift) mereka, mereka dapat menghitung seberapa cepat mereka menjauh. Ketika mereka membandingkan jarak dan kecepatan, mereka menemukan bahwa supernova yang jauh tampak lebih redup (dan karena itu lebih jauh) daripada yang seharusnya, yang berarti ekspansi alam semesta telah dipercepat sejak supernova itu meledak.

Apa Itu Energi Gelap? Misteri Terbesar Kosmologi

Inilah bagian yang paling "gila": kita sama sekali tidak tahu apa itu energi gelap. Penemuan NASA ini telah menunjukkan bahwa sekitar 68% dari total energi-materi di alam semesta adalah energi gelap. Materi gelap (yang juga misterius) sekitar 27%. Dan semua yang kita ketahui—bintang, planet, galaksi, kamu—hanyalah sekitar 5%. Kita telah menemukan bahwa kita bahkan tidak memahami 95% dari alam semesta. Ini adalah misteri terbesar dalam fisika modern.

Energi gelap adalah kekuatan masif yang bekerja dalam skala terbesar, mendorong galaksi-galaksi menjauh. Namun, pada skala yang lebih kecil, di dalam galaksi kita sendiri, gravitasi masih menjadi raja. Dan di situlah kita melihat kekuatan lain yang sedang bekerja: kekuatan penciptaan.

Mengintip "Pilar Penciptaan": Laboratorium Bintang yang Spektakuler

Di antara semua gambar yang telah diambil oleh Teleskop Luar Angkasa Hubble, mungkin tidak ada yang lebih ikonik atau lebih menakjubkan daripada "Pillars of Creation" atau Pilar Penciptaan. Diambil pada tahun 1995, gambar ini bukan hanya "foto luar angkasa yang cantik". Ini adalah potret detail dari proses kosmik yang paling fundamental: kelahiran bintang.

Pilar-pilar ini terletak di Nebula Elang, sekitar 7.000 tahun cahaya dari Bumi. Mereka adalah kolom-kolom raksasa gas hidrogen dingin dan debu antarbintang yang menjulang tinggi. Ukurannya sangat besar; pilar yang paling kiri saja panjangnya sekitar 4 tahun cahaya! Penemuan NASA ini memberi kita pandangan langsung ke dalam "pabrik" tempat bintang-bintang baru ditempa.

"Pabrik" Bintang di Nebula Elang

Apa yang sebenarnya kita lihat di gambar itu? Kita melihat proses yang dinamis. Bintang-bintang muda yang sangat panas dan masif, yang baru terbentuk di dalam dan di sekitar pilar-pilar itu, memancarkan radiasi ultraviolet yang intens dan angin bintang yang kencang. Radiasi inilah yang "mengukir" pilar-pilar itu, menguapkan gas dan debu yang lebih renggang. Puncak pilar yang padat adalah tempat di mana bintang-bintang embrio (protostar) sedang bersembunyi dan tumbuh, terlindung dari radiasi yang ganas.

Peran Debu dan Gas dalam Formasi Bintang

Gambar ini secara visual menunjukkan betapa berantakan dan kerasnya proses kelahiran bintang. Ini bukan proses yang damai. Ini adalah pertarungan antara gravitasi, yang mencoba menarik gas dan debu untuk membentuk bintang, dan radiasi dari bintang-bintang tetangga yang panas, yang mencoba meledakkan materi itu sebelum bisa runtuh. Kita bisa melihat proses ini sedang berlangsung.

Hubble vs. Webb: Melihat Pilar dengan Mata Baru

Selama bertahun-tahun, kita hanya bisa melihat siluet pilar-pilar ini dalam cahaya tampak (apa yang Hubble lihat). Tapi di dalam pilar-pilar debu yang gelap itu, ada rahasia. Pada tahun 2022, Teleskop Luar Angkasa James Webb (penerus Hubble) mengarahkan pandangannya ke Pilar Penciptaan. Karena Webb melihat dalam cahaya inframerah, ia bisa menembus debu. Hasilnya? Ribuan bintang baru yang sebelumnya tersembunyi, bersinar merah di dalam dan di sekitar pilar. Penemuan NASA ini mengungkapkan populasi bintang yang baru lahir, memberi kita pandangan terlengkap tentang siklus hidup bintang.

Pilar-pilar ini menunjukkan proses penciptaan yang luar biasa di galaksi kita. Tapi ternyata, konsep "lautan" yang kita bahas di awal tidak hanya ada di quasar yang sangat jauh. Ia mungkin ada di tata surya kita sendiri, tersembunyi di bawah lapisan es tebal di bulan-bulan yang paling tidak terduga.

Lautan Tersembunyi di Tetangga Kita: Potensi Kehidupan di Europa dan Enceladus

Saat kita mencari kehidupan di luar Bumi, kita cenderung fokus pada planet yang mirip Bumi. Tapi bagaimana jika kehidupan bersembunyi di tempat yang paling tidak kita duga? Bukan di planet, tapi di bulan. Dan bukan di permukaan, tapi jauh di bawah lapisan es yang tebalnya berkilo-kilometer. Penemuan NASA dari misi seperti Galileo (ke Jupiter) dan Cassini (ke Saturnus) telah mengarahkan kita ke dua kandidat paling menarik: Europa (bulan Jupiter) dan Enceladus (bulan Saturnus).

Kedua dunia es ini adalah anomali. Mereka seharusnya membeku padat karena begitu jauh dari Matahari. Namun, mereka aktif secara geologis. Mereka ditarik dan diremas oleh gravitasi raksasa dari planet induk mereka, menciptakan panas internal yang cukup untuk mencairkan es. Hasilnya? Keduanya diyakini memiliki lautan air cair global di bawah permukaan mereka.

Europa: Retakan Es dan Lautan Asin di Bawahnya

Permukaan Europa adalah jaringan retakan dan punggungan es yang kacau balau, terlihat seperti seseorang mengambil spidol dan mencoret-coret bola biliar beku. Data dari wahana Galileo menunjukkan bahwa kerak es ini "mengambang" di atas sesuatu yang cair. Selain itu, medan magnet Europa yang aneh paling baik dijelaskan oleh keberadaan lapisan konduktif—seperti lautan air asin—di bawah es. Diperkirakan lautan di Europa mungkin mengandung lebih banyak air daripada gabungan semua lautan di Bumi.

Enceladus: Geyser yang Menyembur ke Angkasa

Jika Europa memberi kita petunjuk, Enceladus memberikannya secara terang-terangan. Pada tahun 2005, wahana Cassini terbang melewati bulan kecil ini dan terkejut melihat semburan raksasa—geyser—meletus dari kutub selatannya, menyemburkan partikel es dan uap air ke luar angkasa. Cassini bahkan terbang menembus semburan itu dan "mencicipinya". Penemuan NASA ini sangat krusial: wahana itu menemukan air, garam, dan molekul organik kompleks. Ini adalah bukti langsung adanya lautan cair di bawah permukaan.

Mengapa Penemuan NASA Ini Penting untuk Astrobiologi?

Europa dan Enceladus mengubah definisi kita tentang "layak huni". Mereka menunjukkan bahwa kamu tidak memerlukan sinar matahari langsung untuk mendapatkan kehidupan. Di Bumi, kita memiliki ekosistem di dasar laut dalam yang berkembang di sekitar ventilasi hidrotermal, menggunakan energi kimia, bukan energi matahari. Sangat mungkin lautan di Europa dan Enceladus memiliki ventilasi hidrotermal serupa di dasar lautannya. Ini berarti mereka memiliki tiga bahan utama untuk kehidupan seperti yang kita kenal: air cair, bahan kimia organik, dan sumber energi.

Europa dan Enceladus adalah target utama untuk misi masa depan, seperti Europa Clipper dari NASA. Tapi sementara kita berencana untuk mengunjungi dunia air yang tersembunyi ini, sebuah teleskop baru telah diluncurkan, tidak untuk melihat ke bawah, tapi untuk melihat sejauh mungkin ke masa lalu, ke awal mula waktu itu sendiri.

Mesin Waktu James Webb: Melihat Galaksi Pertama Setelah Big Bang

Jika Hubble adalah mata kita yang tajam di kosmos, maka Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) adalah mesin waktu kita. Diluncurkan pada Hari Natal 2021, JWST adalah observatorium paling kuat dan kompleks yang pernah dibangun. Misi utamanya bukanlah untuk mengambil gambar yang lebih cantik dari Hubble (meskipun ia melakukannya), tetapi untuk menjawab beberapa pertanyaan terbesar: Bagaimana galaksi pertama terbentuk? Bagaimana bintang dan planet lahir? Dan apakah kita sendirian?

Penemuan NASA dari JWST, bahkan di tahun-tahun pertamanya, sudah mengguncang astronomi. Teleskop ini dirancang untuk melihat alam semesta dalam cahaya inframerah. Ini penting, karena cahaya dari objek-objek paling awal dan paling jauh di alam semesta telah "meregang" akibat ekspansi kosmos, bergeser dari cahaya tampak menjadi inframerah (proses yang disebut redshift). JWST bisa melihat cahaya yang tidak bisa dilihat Hubble.

Mengapa Inframerah Bisa Melihat Masa Lalu?

Cahaya butuh waktu untuk merambat. Saat kamu melihat Matahari (jangan lakukan ini secara langsung!), kamu melihatnya sebagaimana adanya 8 menit yang lalu. Saat JWST melihat galaksi yang berjarak 13,5 miliar tahun cahaya, ia melihatnya sebagaimana adanya 13,5 miliar tahun yang lalu, hanya beberapa ratus juta tahun setelah Big Bang. Ia secara harfiah melihat kembali ke masa "fajar kosmik".

Gambar "Deep Field" Pertama Webb

Gambar "Deep Field" pertama dari Webb, yang dirilis pada Juli 2022, menunjukkan apa yang bisa dilakukannya. Dalam sepetak kecil langit seukuran sebutir pasir yang dipegang sejauh lengan, Webb mengungkapkan ribuan galaksi. Banyak di antaranya adalah galaksi-galaksi paling awal yang pernah kita lihat, beberapa tampak aneh dan tidak beraturan, tidak seperti galaksi spiral yang kita kenal.

Apa Artinya Melihat Galaksi Pertama?

Penemuan NASA ini sudah mulai menantang model kita. JWST menemukan galaksi-galaksi yang "terlalu besar" dan "terlalu matang" untuk usia alam semesta yang begitu muda. Ini menunjukkan bahwa galaksi mungkin terbentuk lebih cepat dan lebih efisien daripada yang kita kira. Seperti yang dikatakan Jane Rigby, ilmuwan proyek senior untuk JWST, "Kami melihat hal-hal yang tidak kami duga, dan itu luar biasa... Ini berarti kami memiliki lebih banyak hal untuk dipelajari." Webb baru saja memulai, dan ia sudah menulis ulang bab-bab pertama dari sejarah kosmik kita.

Dari lautan uap air di ujung waktu hingga lautan cair di tetangga kita, dari triliunan planet yang tak terhitung jumlahnya hingga kekuatan misterius yang menggerakkan kosmos, penemuan NASA telah mengubah fiksi ilmiah menjadi fakta ilmiah. Setiap penemuan ini tidak hanya memberi kita jawaban; mereka memberi kita pertanyaan yang lebih besar, lebih dalam, dan lebih menarik.

Kita sekarang tahu bahwa bahan-bahan untuk kehidupan ada di mana-mana, alam semesta penuh dengan dunia-dunia lain, dan sejarah kita terbentang 13,8 miliar tahun ke masa lalu. Apa yang akan kita temukan selanjutnya? Satu hal yang pasti: penjelajahan baru saja dimulai.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak